Minggu, 14 November 2021

STARTEGI MENANGKAL HOAKS

Nara Sumber    : Ibu. Heni Mulyati, M.Pd
Moderator        :  Bapak. Dail
Grup                 : Guru Motivator Literasi Digital (GMLD)


Pertemuan ke 5 kegiatan Pelatihan Guru Motivator Literasi Digital (GMLD) 3 dilaksanakan pada hari Rabu 10 November 2021 di kelas ini kembali belajar tentang Literasi Digital dengan  Tema “ Startegi Menagkal Hoaks ” dengan narasumber  Ibu Heni Mulyati, M.Pd dan Moderator Bapak.Dail dengan menggunakan aplikasi WhatsApp Grup.

Pertemuan ini dibagi menjadi 4 sesi:
1. Pembukaan ( Mengenal narasumber )
2. Penyajian materi oleh narasumber 
3. Sesi Tanya Jawab 
4. Penutup

Ibu. Heni Mulyati, M.Pd adalah seorang Guru Bimbingan Konseling, Beliau lahir di Cilacap, 11 Januari 1982, menamatkan pendidikan S1 dan S2 dari UNJ pada bidang bimbingan dan konseling dengan IPK 3,83  dan 3,71 , seorang pembicara handal atau narasumber dalam berbagai forum seminar, pelatihan, konferensi, dan Kursus, Tim Penulis Buku Informatika untuk SMA kelas X, XI, dan XII penerbit Andi. Koordinator Tim Buku Panduan (Literasi Media: Kurikulum, Panduan Fasilitator, dan Panduan Materi Narasumber) bekerja sama dengan Internews dan didukung USAID.
Jurnal ilmiah yang telah diterbitkan, antara lain:
Publikasi Jurnal Pelatihan Keterampilan Sosial untuk Mengatasi Kecemasan Sosial Pada Anak Menjelang Bebas di LPKA dalam Jurnal Edukasi (Jurnal Bimbingan dan Konseling) Vol. 6 Nomor 1 Januari 2020 dengan Nomor ISSN 2460-4917 (edisi cetak), dan (e-Journal) 2460-5794. tahun 2019
Publikasi jurnal: In Search of Indonesiaan-Based Digital Literacy Curriculum through TULAR NALAR.Penulis: S.I. Astuti, H. Mulyati, & G. Lumakto Presented at The 3rd Social and Humaniora Research Symposium 2020 (Sores 2020), Bandung, Indonesia, October 24. tahun 2020
Publikasi jurnal: Constructing TULAR NALAR: A Digital Literacy Curriculum for Specific Themes in Indonesia.Penulis: S.I. Astuti, H. Mulyati, & G. Lumakto Presented dan banyak lagi pengalaman kerja yang telah di jalaninya , rekam Jejaknya bisa dilihat dari CV yang telah di bagikan.

Kehadiran tehnologi digital disatu sisi banyak memberikan kebermanfaatan dalam berbagai sektor kehidupan. Kemajuan didunia industri digital telah membawah peradadapan manusia berkembang demikian pesat' Kehidupan bermasyarakat pun menjadi semakin terbuka, : Informasi dengan mudahnya dapat akses oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Informasi bukan barang langka. Dulu dijaman saya mahasiswa, ada satu pomeo "siapa yang menguasai informasi, dia menguasai dunia". Saat itu, akses terhadap informasi tertentu hanya milik orang-orang tertentu. Informasi menjadi barang berharga.

Sekarang terbalik, informasi demikian terbuka, siapa saja bisa memperoleh infromasi dengan mudah. Namun tantangannya, tidak semua informasi yang tersedia adalah informasi yang benar. Bahkan sering kali informasi yang benar harus "bersaing" dengan informasi yang tidak benar alias "Hoaks". limit benar dan salah menjadi sangat tipis, karena hampir-hampir kita tidak dapat membedakan mana informasi hoaks dan bukan hoaks.

Ada tiga hal yang dibahas pada sesi kali ini. 
Sesi 1 membahas tentang perkembangan era digital dan banjir informasi.
Sesi 2 mengenai hoaks, motif, jenis, ciri, dan dampaknya.
Sesi 3 membahas tentang tips periksa fakta secara singkat.



Perubahan teknologi juga berdampak pada masifnya informasi yang diterima. Banyak informasi yang beredar di grup percakapan, baik informasi yang serius ataupun tidak serius. Belum lagi banyaknya grup percakapan yang kita ikuti. Ada beberapa situasi yang perlu kita sadari terkait dengan banjirnya informasi ini. Yaitu:
1. Era Post Truth
2. Matinya kepakaran
3. Filter bubble dan echo chamber



Selain kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, ada sisi lain yang perlu jadi perhatian bersama, yaitu peredaran hoaks di masyarakat. Mafindo sendiri melakukan pemeriksaan fakta berdasarkan laporan yang masuk. Terdapat 2.298 hoaks selama tahun 2020.
Dilihat dari temanya, politik dan kesehatan menduduki peringkat dua terbesar dibanding tema-tema lainnya. (sumber: Litbang Mafindo).
Dilihat dari saluran peredarannya, FB, WA, dan Twitter menjadi tempat dimana hoaks banyak beredar.
Perubahan teknologi juga berdampak pada masifnya informasi yang diterima. Banyak informasi yang beredar di grup percakapan, baik informasi yang serius ataupun tidak serius. Belum lagi banyaknya grup percakapan yang kita ikuti. Bisa jadi bagi beberapa orang situasi ini tidak nyaman. Ketika banyak informasi yang hadir pada satu waktu, Ada beberapa situasi yang perlu kita sadari terkait dengan banjirnya informasi ini. Yaitu:
1. Era Post Truth
Era post truth ditandai dengan ketika suatu fakta diberikan, seseorang cenderung tidak menerimanya. Hal ini lebih dikarenakan emosi yang dominan dan keyakinan pribadi.  Misal, kita sudah percaya dengan si A. Ketika si B memberitahu bahwa ada fakta lain tentang A, kita akan menyangkalnya. Kita sudah yakin si A pasti benar dengan apa pun yang disampaikan.


2. Matinya kepakaran
Matinya kepakaran situasi yang perlu kita waspadai. Banyak orang, terutama masa pandemi, memberikan gagasan namun bukan ahli di bidangnya. Misal latar belakang A namun memberikan pandangan tentang bidang lainnya. Atau bukan ahli kesehatan, namun merasa paling tahu bidang kesehatan.


3. Filter bubble dan echo chamber
Ada hal lain yang perlu kita sadari, kita semua berada di gelembung-gelembung kelompok informasi. Misal, saya akan memblokir orang yang tidak sesuai dengan ide dan pemikiran saya. Dampaknya lingkaran kita terbatas pada orang-orang yang satu ide saja. Ada istilah lainnya yaitu filter bubble dan echo chamber.

Hoaks sendiri dari asalnya sudah digunakan abad ke-17. Asal kata ‘hocus’. Hocus pocus, mirip dengan sim salabim di sulap. Dari sisi pengertiannya, hoaks adalah infomasi yang sesungguhnya tidak benar, tapi dibuat seolah-olah benar. Mengapa masih ada yang percaya hoaks? Banyak alasannya. Ini beberapa di antaranya:
1. Kemampuan literasi digital dan berpikir kritis yang belum merata
2. Polarisasi masyarakat
3. Belum cakap memilah informasi dan minimnya kemampuan periksa fakta




contoh hoaks yang mungkin bapak dan ibu pernah dapat. Ada yang namanya satire atau parodi, konten palsu, koneksi yang salah.
Contoh berikutnya konten yang menyesatkan, konten yang salah, konten tiruan, dan konten yang dimanipulasi.

Apa saja ciri-ciri informasi hoaks? Sumber informasi tidak jelas, biasanya bangkitkan emosi, kelihatan ilmiah namun salah, isinya sembunyikan fakta, dan minta diviralkan.




Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho menguraikan lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:
1. Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
 2. Cermati alamat situs
 Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.
Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Ini Cara melaporkan berita atau informasi hoax
Apabila menjumpai informasi hoax, lalu bagaimana cara untuk mencegah agar tidak tersebar. Pengguna internet bisa melaporkan hoax tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-masing media.
Untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.
Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram.
Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax.

Alhamdulillah, kegiatan pelatihan Guru Motivator Literasi Digital (GMLD) pertemua ke 5  berjalan dengan lancar. Terima kasih kepada Ibu. Heni Mulyati, M.Pd yang telah tulus berbagi kepada kami semua. Semoga ilmu yang Ibu berikan dapat mengantarkan kami kepada kebaikan, dan keberkahan bagi kita semua. Semoga dengan ilmu yang kita dapat hari ini, kita dapat melakukan pencegahan berita Hoaks dan Fake News dengan strategi yang di dapat pada pelatihan hari ini untuk bekal anak-anak kita menghadapi  keberlimpahan informasi di era Tekhnologi Informasi. Aamiin


Parungpanjang , November 2021
M. Chaerudin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEREVIEW BUKU

  Bagaimana Cara untuk Mereview Buku?   Kali ini, saya akan menjelaskan atau memberi tahu bagaimana caranya untuk mereview sebuah buku y...